Oleh : Ust Iwan Januar
إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلَاءُ
Dan 2 dari 15 tanda tersebut adalah:
وَأَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ ، وَبَرَّ صَدِيقَهُ وَجَفَا أَبَاهُ
ثَلاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِمُ الْجَنَّةُ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ ، وَالْعَاقُّ ، وَالدَّيُّوثُ ، وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
Sumber : iwanjanuar.com
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (TQS. An-Nisa: 34).
Laiknya sebuah organisasi, sebuah keluarga juga memiliki hierarki kepemimpinan. Lelaki oleh Allah SWT. telah ditunjuk sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Di kepala suami harus ada kebijakan dan keputusan untuk keluarganya, dimana istri dan anak-anaknya harus menaati dan menghormati keputusannya.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa lelaki itu adalah ahli penegak kepemimpinan atas istri-istri mereka, dalam mendidik dan menempatkan para istrinya dalam perkara yang telah diwajibkan Allah atas diri mereka.
Sementara itu adh-Dhahak menyatakan bahwa lelaki pemimpin bagi wanita adalah suami menyuruh mereka untuk taat pada Allah, lalu jika para istri mereka membantah maka suami berhak memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai (ghairu mubarrih).
Sayang tidak semua lelaki kemudian sanggup dan berani menegakkan qawwam pada istri-istri mereka. Sebagian dari mereka justru berada di bawah bayang-bayang istri, tak berkutik pada keputusan istri, dan malah menggantungkan hidup pada istrinya. Entah dengan alasan cinta dan kasih sayang, atau karena memang lemah kepribadian para lelaki itu.
Padahal hilangnya kepemimpinan/qawwam pada diri seorang suami bukan saja menghancurkan harga dirinya, tapi juga merusak citra seorang ayah di hadapan anak-anaknya. Juga yang paling pokok, Allah murka kepada para lelaki yang menggadaikan qawwam pada istrinya. Nabi SAW. Bersabda:
إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلَاءُ
“Jika umatku melakukan 15 perkara, maka bencana akan menimpa mereka.”
Dan 2 dari 15 tanda tersebut adalah:
وَأَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ ، وَبَرَّ صَدِيقَهُ وَجَفَا أَبَاهُ
“…dan seorang pria tunduk kepada istrinya dan durhaka kepada ibunya, berbuat baik kepada temannya tetapi kasar kepada ayahnya…” (HR Tirmizi).
Hancurnya pernikahan di zaman sekarang ini diantaranya karena hilangnya qawwam suami di atas istri-istrinya. Ia jadi lelaki yang lemah jiwanya, tak punya emosi dan tak bisa mengendalikan istri-istrinya. Rumah tangga seperti itu, andaipun tetap bertahan, sesungguhnya bukan rumah tangga yang barakah dan diridloi Allah, sekalipun suami-istri yang menjalankan pernikahan itu merasa ridlo. Karena tak ada nilainya keridloan manusia bila bertabrakan dengan ridlo Allah SWT., alias menentang hukum-hukum Allah SWT.
Ada beberapa tanda suami telah hilang fungsi qawwam yang harus diwaspadai oleh kaum pria, diantaranya:
1. Suami tak sanggup menundukkan istri agar taat pada hukum Allah SWT. Berapa banyak hari ini suami yang membiarkan istrinya menelantarkan shalat, terlibat muamalah ribawi, tidak mau menutup aurat saat keluar rumah. Para suami yang lemah seperti ini sering beralasan kalau beragama itu tak bisa dipaksakan, harus karena kesadaran istri. Para lelaki seperti ini hakikatnya lelaki yang lemah, mereka tersandera oleh perasaan cinta dan takut kehilangan istri-istri mereka, sehingga memilih diam ketika hukum Allah dilawan oleh istri-istri mereka. Padahal Allah SWT. sudah memerintahkan para suami untuk menta’dib/meluruskan kemungkaran-kemungkaran istri mereka sesuai perintahNya:
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (An-Nisaa: 34)
2. Suami menjadi pria dayyuts, yaitu pria yang tak punya cemburu pada istri-istri mereka. Diam saja istrinya keluar rumah tak menutup aurat dengan sempurna, bergaul dan chatting penuh canda dengan lelaki bukan mahram, tak marah istrinya dipanggil dengan panggilan mesra oleh lelaki lain, termasuk membiarkan istrinya dipegang, dipeluk oleh pria lain.
Suami-suami macam ini bukan saja kehilangan fungsi qawwam, tapi juga dibenci Allah karena sudah menjadi lelaki dayyuts. Nabi SAW. bersabda:
ثَلاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِمُ الْجَنَّةُ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ ، وَالْعَاقُّ ، وَالدَّيُّوثُ ، وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
“Tiga golongan yang Allah haramkan bagi mereka jannah: orang yang kecanduan khamr, pendurhaka kedua orang tua, dan lelaki dayyus, dayyus itu adalah yang tidak mempedulikan kemaksiatan di tengah istri dan anak perempuannya.”(HR. Ahmad)
Dalam riwayat Imam Bayhaqiy diterangkan lelaki dayyuts adalah yang tidak peduli istri atau anak perempuannya bergaul dengan lelaki mana saja.
3. Suami tak berdaya menjalankan ketaatan pada Allah karena rongrongan istri. Ada suami yang begitu rusak fungsi qawwam-nya sampai ia tak bisa menjalankan kewajiban di jalan Allah, bahkan sampai menabrak perkara yang sudah diharamkanNya. Sampai suami meninggalkan dakwah, mengkaji ilmu agama, bahkan ibadah. Ada juga istri yang sampai bisa membuat suami terjerumus pada muamalah haram seperti riba. Kesalahan utama jelas terletak di pundak suami karena merekalah yang semestinya mengendalikan, memimpin bahkan menghukum istri yang membangkang dari perintah Allah dan suami. Kenyataannya ada suami yang justru bertekuk lutut di hadapan istri, sampai-sampai meninggalkan ketaatan pada hukum Allah.
4. Suami yang memutuskan silaturahim dengan keluarga, bahkan durhaka pada kedua orang tua. Lelaki yang telah punah fungsi qawwam-nya dicirikan dengan tak berdaya menghadapi rongrongan istri agar menjauh dari kedua orang tua dan keluarga asalnya. Ada lelaki yang sebegitu lemah sampai-sampai lebih memilih bermusuhan dengan keluarga besar, bahkan ayah dan ibunya, ketimbang melawan rongrongan istri. Kemungkaran inilah yang telah diingatkan Rasulullah SAW. akan mendatangkan petaka bagi umat Muslim, saat para lelaki kehilangan peran qawwamnya dalam keluarga.
5. Membiarkan istri menelantarkan kewajiban rumah tangga seperti melayani suami dan mengurus anak-anak. Pembiaran atas kewajiban istri ini adalah tanda matinya fungsi qawwam pada diri seorang pria. Ada suami yang diam saja membiarkan istrinya membiarkan rumah berantakan, anak-anak tak terurus, bahkan kebutuhan kelelakiannya ditolak istri. Ada yang istrinya sibuk dengan kegiatan sosialita, bisnis, karir, atau pengajian, lalu menomorsekiankan kewajiban rumah tangga, dan suami membisu. Ini suami yang sudah tak punya lagi kewibawaan di depan istrinya.
Ada juga yang tak berkutik karena istrinyalah yang banyak memberikan nafkah pada keluarga sehingga sang suami tak berani menuntut kewajiban istri.
Masih banyak lagi hal yang menandakan seorang pria telah mati fungsi qawwam-nya atas istri-istri mereka, semisal membiarkan istri keluar rumah tanpa izin, berpuasa sunnah tanpa restu suami, dll. Kaum lelaki sudah seharusnya muhasabah pada diri mereka; apakah sudah benar-benar menegakkan qawwam pada keluarga, atau justru merobohkannya. Semoga Allah melindungi para suami dan keluarga kaum muslimin.
Sumber : iwanjanuar.com