Ilustrasi Mubarak |
anak-sholeh.com - Namanya adalah Nuh
bin Maryam. Ia adalah seorang gubernur sekaligus qadhi (hakim) di sebuah
kota Islam bernama Marwa. Seperi layaknya seorang pejabat, Nuh bin Maryam hidup
dalam keberlimpahan harta. Kenikmatan itu semakin lengkap dengan hadirnya
seorang putri yang terkenal dengan kecantikannya yang luar biasa. Satu demi
satu para pembesar datang untuk mempersuntingnya, namun tak seorang pun yang
berkenan di hati.
Di istana tempatnya
tinggal, sang gubernur memiliki seorang budak yang berasal dari India. Budak
itu berkulit gelap, namun sangat taat beribadah. Budak India itu bernama
Mubarak. Dan karena sang gubernur memiliki sebidang kebun yang cukup luas, ia
menyerahkan urusan kebun itu kepada sang budak. “Pergi dan jagalah kebun itu
baik-baik!” ujarnya.
Tidak terasa,
sebulan berlalu. Dan di suatu pagi yang cerah, sang gubernur mengunjungi kebuh
yang dijaga oleh Mubarak itu. Di sana, sang gubernur tergiur melihat buah
anggur yang segar bergelantungan di pohonnya.
“Mubarak, ambilkan
untukku setangkai anggur dari pohon itu!" Titahnya.
Si Budak lalu
memetik setangkai anggur dan menyodorkan kepada sang gubernur. Ternyata anggur
itu terlalu masam rasanya. “Coba berikan satu tangkai lagi untukku, Mubarak!”
perintah Gubernur.
Mubaraka, budak itu
kemudian menyodorkan setangkai yang lain kepada sang gubernur. Namun lagi-lai
setelah Gubernur mencobanya, ternyata rasanaya sama saja dengan tangkai yang
pertama.
Gubernur mulai kesal. “Mengapa di antara sekian banyak
anggur yang menghampar ini, engkalu selalu mengambilkan yang masam untukku??"
Tanyanya.
“Karena hamba tidak
tahu mana yang masam dan mana yang manis, Tuan.” Jawab Mubarak.
“Subhanallah!! Bagaimana
bisa? Engkau telah tinggal di sini selama sebulan lamanya, tapi engkau mengatakan
bahwa engkau sama sekali tidak mengetahui mana yang masam dan mana yang manis?!
Ujanr sang gubernur penuh keheranan.
“Anda benar, Tuan.
Itu semua karena hambat tak pernah sekalipun mencicipinya, maka hamba tidak
tahu mana yang manis dan mana yang masam, Tuan,” jawab Mubarak.
“Mengapa engkau
tidak mencicipnya?!” tanya Gubernur semakin heran.
“Sebab Tuan anya
menyuruhku menjaganya, dan tidak menyuruhku untuk mencicipinya. Dan kau tidak
mungkin menghianati perintah Tuan,” jawab Mubarak dengan tenang.
Mendengar kata-kata
yang terakhir, sang gubernur sadar bahwa budak itu pria yang sangat cerdas.
Setelah cukup lama terdiam, sang gubernur berkata kepada budaknya itu” “Wahai
Mubarak, aku punya suatu permintaan kepadamu, dan engkau harus melaksanakan
layaknya engkau menjalankan setiap perintahku.”
“Aku akan menaati
Allah, lalu setelah itu baru menaati Anda, Tuan...,”jawab Mubarak.
“baiklah, Mubarak.
Aku memiliki seorang putri. Entah sudah berapa banyak pria yang datang
melamarnya, namun aku bimbang untuk memilih salah satu dari mereka. Tolong
berikan aku pandanganmu dalam persoalan ini...,” ujar sang gubernur.
Mubarak, si budak
India itu terhenung sejenak. Lalu ia berkata dengan tenang.
“Tuan gubernur,
dahulu orang-orang jahiliyah selalu menjadikan gari keturunan, kekayaan dan
kedudukan sebagai ukuran. Sementara orang-orang Yahudi menjadikan ketampanan
dan kecantikan sebagai ukuran untuk sebuah pernikahan.
Namun ketika
Rasulullah SAW hadir ke dunai, orang-orang beriman kemduian menentukan pasangan
hidup mereka bedasarkan agama dan ketakwaan. Hingga akhinrya tibalah zaman hari
ini, di mana orang-orang menjadikan hata dan kekayaan sebagai ukuran untuk
sebuah pernikahan.
Maka, Tuan
gubernur, silahkan Anda memilih dengan cara apakah Tuan akan memilihkan
pasanganan untuk putri kesayangan Tuan itu. Tuan dapat memilih salah satu dari
4 tolok ukur itu...”
Sungguh dalam. Dan
sang gubernur terhenyak dalam diam. Ia termenung. Lalu ia segera sadar dari
lamunannya dan berujar: “Mubarak, sudah tentu aku akan memilih berdasarkan
agama, ketakwaan dan amanahnya!! Dan aku putuskan untuk memilihmu sebagai
pasangan putri kesayanganku karena semua hal itu kutemukan padamu!”
Kini budak India
itu yang terhenyak dan terkejut.
“Tapi mengapa saya,
Tuan??! Saya ini hanya seorang budak hitam, yang Tuan beli dengan harta Tuan.
Mengapa Tuan ingin menikahkan saya dengan putri kesayangan Anda?? Apa mungkin
ia akan menerima saya sebagai suaminya??!! Tanyanya benar-benar heran.
Gubernur tidak
menggubris keheranannya. “Berdirilah, dan ayo kita segera ke istanaku untuk
menyelesaikan urusan ini!”
Sepanjang jalan,
Mubarak belum bisa menghapus keterkejutan hatinya. Namun sang Gubernur tak
bergeming lagi. Setibanya sang gubernur di istananya, ia segera memanggil
istrinya.
“Istriku, aku telah
menemukan siapa pria yang akan menjadi pasangan hidup putri kita...,” ujarnya.
“Benarkah,
suamiku??” tanya sang istri dengan wajah sumringan senang.
“Benar. Pria itu
seorang yang sangat taat beribadah. Sangat takut kepada Allah. Sangat menjaga
amanah yang diberikan padanya. Dan aku sungguh menyukai keshalihannya. Itulah sebabnya, aku ingin segera
menikahkannya dengan anak kita....” jelas sang gubernur.
“Siapakah gerangan
pria itu, suamiku?” tanya sang istri semakin penasaran.
“Dia adalah
Mubarak, istriku...”
“Mubarak? Maksudmu,
Mubarak budak penjaga kebuh kita suamiku??”
“Benar, istriku.
Bagaimana menurutmu?”
Sang istri terdiam
sejenak. Namun tak lama.
“Suamiku, semuanya
kuserahkan padamu. Namun izinkanlah aku enyampaikannya terlebih dahulu kepada
putri kita,” jawab sang istri.
Dan sungguh di luar
dugaan. Ketika hal itu disamapikan kepada sangg putri, tanpa ragu sedikitpun ia
menerimanya.
“Apapun yang ayah
dan ibu titahkan akan aku jalankan. Aku tidak akan menolaknya, karena aku ingin
selalu berbakti kepada ayah dan bunda,” jawab sang putri tanpa ragu.
Maka sempurnalah
semuanya. Sang budak India itupun dibebaskan. Dan di hari yang telah
ditentukan, Mubarak –sang budak India itu- akhirnya menikahi putri cantik
kesayangan gubernur kota Marwa yang kesohor itu.
Dan perjalanan
waktu lalu membuktikan bahwa pernikahan itu benar-benar diberkahi Allah.
Pernikahan penuh berkah itu melahirkan seorang putra yang luar biasa. Seorang
putra yang dikemudian hari dikenal sebagai seorang ulama Hadis besar, ahli
ibadah yang zuhud dan mujhaid di jalan Allah. Nama putra mereka yang luar biasa
itu adalah Al-Imam ‘Abdullah bin Mubarak. Benar, ia adalah ‘Abdullah putra
Mubarak.[] Selesai
Kisah tersebut
saya ambil dari artikel berjudul Inilah Suami Bercahaya pada buku “Teladan untuk Ananda” karangan Muhammad Ihsan Zainuddin,
tebitan Sukses Publishing.
Kisah tersebut mengandung beberapa pelajaran yaitu:
1. Anak yang sholeh akan terlahir dari orang tua yang sholeh. Kesolehan Abdullah bin Mubarok, seorang ulama besar ahli hadis ternyata diawali dari orang tua yang juga sholeh.
2. Ilmu akan mengangkat derajat seseorang. Lihatlah bagaimana sang budak, Mubarak yang kemudian menjadi tempat bertanya sang gubernur setelah diketahui keilmuan dan kecerdasan sang budak.
Namun, sayangnya sang penulis buku "Telada untuk Ananda" lupa mencantumkan sumber utama, dari mana tulisan tersebut berasal. Sang penulis juga lupa untuk mencantumkan daftar pustaka sehingga cerita tersebut kurang kuat sandarannya, meski tetap ada kemungkinan benar adanya. Allahua'alam bishowab.
Semoga bermanfaat,
Sabtu, 20 Romadhon 1437 H / 25 Juni 2016
Mabsus Abu Fatih