Sabtu, 12 April 2025 M / 14 Syawwal 1446 H

January 3, 2017

Inilah Teguran Untuk Khalifah Harun Ar-Rasyid

oleh : Mustaqim Abu Jihad

Anak adalah anugerah. Kehadirannya laksana buah yang dinanti pada saat musim panen tiba. Alangkah indahnya hidup berkeluarga ketika Allah Ta’ala memberikan amanah berupa buah hati yang tumbuh ditengah-tengah kita. Namun, ketika Allah Ta’ala sudah memberikannya terkadang kita lalai dalam membersamai buah hati kita. Kita justru lebih sering tersibukan dengan kerjaan diluar sana dan mengabaikan kerja kebaikan dalam rumah tangga.
Seringnya, anak-anak kita hanya mendapatkan jatah sisa dari waktu yang kita punya. Seringnya, anak-anak kita hanya dianggap sebagai pelengkap dalam keluarga, bukan pokok utama yang mesti disemai dengan cinta dan kasih sayang. Lelah, menjadi alasan klasik untuk para orangtua enggan membersamai anaknya ketika di rumah. Letih, kadang menjadi hambatan orang tua untuk mendengarkan celoteh buah hatinya.

Sibuk cari uang untuk mencari uang untuk menafkahi anak, katanya. Faktanya, anak tidak sekedar butuh nafkah lahiriyah saja, tapi batinnya pun mesti diberi pupuk-pupuk cinta agar ia bertumbuh menjad pribadi yang baik ketika menginjak usia dewasa.
Karenanya, izinkan saya yang faqir ini menyampaikan kisah tentang Buhul, seorang kerabat Khalifah Harun Ar-Rasyid yang Allah berikan ilmu pengetahuan tentang agama-Nya. Kisah ini dinukil dari buku “Saat berharga untuk anak kita” karya Ustadz Mohammad Fauzil Adhim.
Suatu hari,  ketika Buhul sedang asik bermain bersama anak-anak. Harun Ar-Rasyid memanggilnya dan berkata, “Apa yang engkau lakukan?”
Saya bermain bersama anak-anak, dan membuat rumah dari tanah liat,” jawab Buhul.
Mendengar hal itu, Harun Ar-Rasyid berkata, “Engkau sangat mengherankan. Engkau tinggalkan dunia beserta isinya.”
Buhul menjawab, “Justru engkau yang sangat mengherankan. Engkau tinggalkan akhirat beserta isinya.”
Teguran Buhul kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid seolah mengambarkan bahwa pembinaan terhadap anak merupakan bekalan akhirat untuk para orangtua. Membersamainya dalam sebuah permainan, ibarat memupuk kepercayaan terhadap orangtua. Bukankah kita tidak menginginkan anak-anak kita kelak menjadi anak yang durhaka? Maka, bermain bersama adalah sarana untuk menjalin kedekatan emosional dengan sang anak. Agar kelak anak-anak kita senantiasa nyaman bercerita kepada ayah dan bundanya saat ia tengah mengalami masalah.
Bukankah kelak kita pun akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala apabila gagal dalam mendidik anak? Apakah kita ingin mereka menjadi penghalang masuk surganya para orangtua? Innalillahi wainnailaihi raajiunn.
Semoga, kita dapat mengambil pelajaran dai kisah ini. Bahwasannya, anak merupakan investasi kita untuk kehidupan akhirat. bukan sekedar masalah duniawi saja, namun mendidik anak merupakan dakwah nyata para orang tua untuk melahirkan generasi-generasi Rabbani.
Allahu’alam bishawab.

Related Posts:

  • Syair Imam Adz-Dzahabi tentang IBU Puisi tentang Ibu sering kita baca dan dengar. Di dalam buku-buku puisi sangat mudah kita temui. Di internet lebih banyak lagi. Namun, kebanyakan puisi yang bisa kita dapatkan tersebut adalah puisi jenis kontemporer. … Read More
  • Maafkan Ayah Anakku..... Kiriman: Azallea Lesmana Sebuah kisah yang harus kita ketahui bersama untuk dapat diperhatikan... Ini ada bahan untuk bahan renungan bagi kita semua yang barangkali ada yang kelupaan pada kata yang satu ini, yaitu : MA'AF… Read More
  • Pengakuan Jujur Pemikir Barat tentang Rosulullah SAW Seorang Filosof Inggris, George Bernard Shaw[1] sebagaimana dikutip oleh  Hisyam Muhammad Sa’id Barghisy[2] dalam bukunya Manusia Teragung Sepanjang Masa Muhammad SAW[3] yang bersumber … Read More
  • Uwais al-qarni, seorang pemuda langit yg taat pada ibunya Oleh: DM RULI Pada zaman Nabi  Muhammad saw, ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang … Read More
  • Puisi: Kasih Sayang Seorang Ibu Oleh : Rini NB Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu. Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam. Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan. Sebagai balasannya, kau kabu… Read More
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment